Friday, September 30, 2016

Cara Paling Sederhana Untuk Memikat Lawan Jenis


Ini merupakan cara paling sederhana untuk memikat lawan jenis. Bisa diterapkan oleh pria maupun wanita. Caranya hanya dengan mendengarkan musik.
Bagi Pria apabila Cara ini  digabungkan dengan cara memikat wanita dalam waktu 5 detik akan memunculkan hasil yang sempurna. 

Kenapa harus dengan musik?


Pernahkah anda mendengar, apabila sering mendengarkan musik beethoven bisa memacu peningkatan kecerdasan otak seseorang?

Pernahkah anda membaca buku yang menyatakan bahwa mendengarkan nada-nada pada frekwensi tertentu bisa membantu kita lebih mudah melakukan astral projection? Astral projection ini adalah termasuk ilmu mistis tingkat tinggi, dalam bahasa kita disebut dengan Meraga Sukma.

Atau pernahkan anda membaca buku yang menceritakan bahwa apabila air dibacakan dengan Fatihah akan mampu merubah susunan partikel-partikelnya menjadi lebih indah? secara pengertian sains bunyi bacaan Surah Fatihah hanyalah getaran yang keluar dari kerongkongan manusia. Getaran itu adalah bunyi, sedangkan bunyi yang teratur itu adalah nada. Sedangkan nada getaran yang dimunculkan oleh bacaan Surah Fatihah berada pada frekuensi tertentu yang memicu air untuk berubah bentuk menjadi bentuk yang lebih indah. Dan tahukah anda bahwa lebih dari 90% tubuh manusia terisi oleh air? 95% kandungan darah adalah air, sedangkan 90% kandungan otak adalah air.

Dengan pernyataan di atas, apakah anda masih bisa menyangkal bahwa nada pada frekuensi tertentu bisa mempengaruhi manusia? Bahwa air bisa mempengaruhi mental dan otak manusia?

Ya, penulis langsung saja ke inti pembicaraan bahwa cara paling sederhana untuk memikat lawan jenis yang penulis maksud adalah dengan mendengarkan musik .mp3 binaural beats yang bisa memicu gelombang tertentu pada otak sehingga mensugesti kita untuk menjadi orang yang menarik bagi lawan jenis.

"Soulmate binaural beats" banyak tersedia di internet, anda bisa lacak di google atau anda cek di youtube, kemudian download dan lalu dengarkan lewat headset.

Atau anda bisa download di link di bawah ini.

atau dengan mengunjungi situs resminya di 

" http://free-binaural-beats.com/soulmate-attraction/  "


Atau juga dengan mengunjungi link video youtubenya di bawah ini 

https://youtu.be/EEdRGuZ-33U

Musik Soulmate Binaural Beats paling bagus didengarkan dengan menggunakan headset atau headphone yang punya lambang R dan L (R maksudnya untuk telinga kanan, L untuk telinga kiri).
Mendengarkan musik binaural beats tersebut bisa sambil meditasi, sambil berzikir ingat Allah, sambil tiduran dan lain-lain, pokoknya santai deh.

Semoga artikel " Cara Paling Sederhana untuk memikat lawan jenis" ini bisa bermanfaat. 
Selamat Mencoba...



Baca Selengkapnya → Cara Paling Sederhana Untuk Memikat Lawan Jenis

Thursday, September 22, 2016

Pemikiran Plato : Logos dan Cara Menemukan Kebenaran (Dunia Ide)

Plato (427 SM-347SM ) adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani. Penulis Philosophical dialogs dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, Sekolah Tinggi pertama di dunia Barat. (Wikipedia).

LOGOS

Apakah Logos itu?
Plato menyebutkan bahwa pasti ada sebuah realitas di balik dunia materi. Dia menyebut realitas ini dunia ide, di situ trsimpan "pola-pola" yang kekal dan abadi. Pola-pola itu tak bisa ditemukan beigtu saja dengan sekali lihat, ia membutuhkan pemikiran yang menggunakan akal. Kemampuan akal menemukan pola itu disebut sebagai ide. Logos adalah humkum yang menguasai segala sesuatu, yang juga menguasai manusia, disini logos berarti dunia ide. Namun logos kerap dimaknai juga sebagai pikiran yang sanggup menangkap hukum Logos, di sini logos berarti idea.

Bagi Plato kenyataan yang kita alami di dunia ini hanyalah bayangan dari logos, sebagai bayangan tentu saja tidak memiliki keberadaan yang mandiri. Bayangan ada karena ada benda yang dipantulkan cahaya. Ada yang sejati atau Logos (dengan "L" besar) adalah sumber dari bayangan, sumber dari kenyataan duniawi ini. Namun pada diri kita masing-masing terdapat bagian dari ada sejati itu, seperti yang dikatakan oleh Socrates bahwa masing-masing manusi memiliki "jiwa yang baik" yang merupakan bagiandari Tuhan. Nah, bagian yang berada di dalam diri kita itu disebut sebagai logos  juga (dengna "l" kecil).
Lebih mudahnya, kita mengutip amsal Jostein Gaardner:

"Jika kamu lihat kue pancong, kamu menemukan bentuk kue yang sama. Berapa pun kamu beli kue itu, semuanya berbentuk sama bukan? Setengah elips, seperti bulan setengah.
Pertanyaannya, kenapa semuanya berbentuk sama?
Kamu bisa jawab, Tentu saja, mudah. Karena kue itu dibuat dalam satu cetakan yang sama. Semua adonan dibuat oleh mamang tukang pancong dalam cetakan yang sama. Jadi wajar saja jika semuanya memiliki bentuk yang sama."


Gaardner membicarakan perihal "pengenalan bentuk" dan "penemuan cetakan". Cetakan kue pancong tentu saja tidak berada di dalam kue pancong, ia terpisah namun menjadi penentu bentuk dari kue pancong. Tanpa "cetakan" tak akan ada kue pancong, yang ada hanyalah adonan tepung dalam bentuk pasta. Cetakan itu adalah Logos, dunia ide yang menyimpan pola-pola ada sejati yang berada terpisah dari kenyataan benda-benara duniawi.

Sebelum menemukan kesimpulan bahwa ada cetakan yang menyebabkan kesamaan kue pancong, kita mengenali adanya kesamaan bentuk dari kue-kue pancong tersebut. Pengenalan kesamaan bentuk ini hanya bisa dilakukan oleh pikiran dengan cara membandingkan satu kue degnan kue lain. Indera hanya mencerap benda-benda, ia tak pernah bisa membandingkan satu hal dengan hal lain. Di sinilah, pikiran disebut logos (dengan "l" kecil" karena kemampuannya dalam mengenali bentuk dan menghubungkannya dengan cetakan.

Plato di sini menegaskan perbedaan antara "dunia yang berubah"  dan "yang kekal" sekaligus juga mengusung persoalan cara mengenali keduanya; bagi Plato panca indera tidak dapat memikirkan sesuatu, dan akal tidak dapat mencerap sesuatu. Hanya bila kedua-duanya bergabung timbullah pengetahuan; mencerap tanpa dibarengi proses berpikir akal budi sama dengan kebutaan, pikiran tanpa isi dari indera sama dengan kehampaan.

Puncak-puncak pengetahuan baru tercapai, bila kesatuan antara pengetahuan inderawi dan akal budi sama-sama dialami. Demikianlah kira-kira pengertian tentang ide sebagai lawan dari indera. Idea memang dalam bahasa Yunani berkaitan dengan arti "melihat", jadi idea bagi Plato bagaimanapun terkait juga dengan kerja indera (menerima data dari indera baru kemudian muncul idea dalam ruang pikiran) bukan sesuatu yang abstrak (terlepas begitu saja dari realitas).

Lalu Bagaimana Cara Akal Untuk Mendapatkan Ide?

Plato adalah salah seorang murid Socrates yang dengan setia meuliskan seluruh gagasan gurunya. Lebih dari itu kekagumannya pada Socrates membuatnya menuliskan segala pemikirannya sebagai ucapan Socrates.

Pada Socrates kita telah menemukan rumusan inti dari ajarannya, yaitu kebaikan adalah pengetahuan. Rumusan ini menimbulkan pertanyaan dalam diri Plato : Apakah pengetahuan itu? Bagaimanakah cara manusia mendapatkan pengetahuan?

Untuk jawaban pertanyaan ini, Plato menuliskan suatu cerita :

"Bayangkanlah orang-orang di dalam semacam tempat tinggal di bawah tanah yang berbentuk gua dengan jalan masuk yang panjang. Jalan itu terbuka menghadap sinar matahari. Sejak mudanya orang-orang itu di sana dengan kaki dan leher yang terikat, sehingga mereka tidak dapat meninggalkan tempatnya dan hanya dapat melihat ke depan saja. Orang-orang seperti mereka itu tidak pernah dapat melihat apa-apa  selain dari bayangan-bayangan di dinding depan mereka, dan mereka mengira, bahwa mereka dengan memberikan anam kepada apa-apa yang mereka lihat, telah memberikan nama kepada kenyataannya sendiri"

Plato menganggap bahwa pengetahuan kita akan kehidupan persis seperti manusia gua itu. Seluruh nama-nama, konsep kebenaran dan keyakinan tidak berdasar pada kenyataan yang sebenarnya. Semua berdasar pada bayangan dari kenyataan yang sebenarnya. Bayangan itu sebagian dari kenyataan, dan "seorang pecinta kearifan menghendaki seluruh kebijaksanaan bukan hanya sebagiannya saja", demikian tulis Plato.

Bayangan itu adalah "pendapat tentang kenyataan" (eikasia), ia bisa berasal dari amatan orang lain yang kita anggap lebih ahli atau berasal dari kepercayaan umum. Namun, sehebat-hebatnya pendapat orang lain adalah milik orang lain bukan milik kita sendiri. Padahal pengetahuan yang mengarahakan kebahagiaan adalah pengetahuan yang kita alami sendiri, yang kita sadari secara utuh. Pendapat orang lain tentang kenyataan disebut eikasia, yang secara bebas bisa diartikan sebagai ilusi atau gosip. Eikasia tidak akan mengantarkan manusia pada kearifan, malah akan membuat orang terjerembab dalam kesalah yang fatal yaitu tidak menemukan kebahagiaan dalam hidup.

Untuk itu, bagi Plato, kita harus mencari sumber bayangan tersebut. Setiap bayangan tentu hasil dari penyinaran suatu benda. Bentuk-bentuk hitam bayangan yang kita lihat di dinding berasal dari benda-benda asli yang warna-warni dan tidak hanya pendpat orang lain, seharusnya merasa penasaran untuk mengetahui secara langsung apa yang menjadi dasar dari pendapat itu. Kita harus melihat langsung kehidupan nyata yang semula hanya bayangannya saja yang kita terima. Setelah kita melihat benda-benadanya secara langsung kita menemukan sesuatu yang berbeda. Kita sanggup menghasilkan pendapat senddiri berdasarkan apa yang kita lihat. Tetapi, cara ini pun menyimpan kesalahan yang menyesatkan kebagaiaan kita. Pengetahuan yang hanya berdasar pada apa yang terlihat disebut pistis, dan bagi Plato pistis merupakan jalan menuju kesesatan. Salah satu sebabnya adalah bahwa apa yang kita lihat belum tentu menggambarkan keseluruhan obyekitu, padahal menurut Socrates setiap benda memiliki pengertian umum, Bertumpu pada penglihatan, pada inedrawi, membuat kita terjebak pada bagian-bagian yang membuat kita tak bisa memperluas cakrawala pengetahuan.

Misalnya, suatu pagi seseorang melihat kucing hitam dan menamainya sebagai "kucing", beberapa saat kemudian ia melihat binatang yagn bentuk dan ukurannya sama, namun warnanya putih; binatan kedua ini tidak bisa ia namakan sebai "kucing". Kenapa? Karena pengetahuan inderawi bertumpu pada apa yang tampak, warna salah satunya. Perbedaan warna menghambat kita untuk menyatakan "kucing hitam" dan "kucing putih" sebagai jenis binatang yang sama. Di sinilah dibutuhkan pengertian umum, yaitu pengertian tentang suatu hal yang tidak terjebak pada bagian-bagian seperti warna.

Untuk itu Plato tidak percaya pada pengetahuan yang besumber dari pengamatan inderawi. Bayangkan saja, jika kita hanya percaya pada sumber inderawi, kita membutuhkan banyak nama untuk satu jenis binatang seperti kucing; kita akan kerepotan menghapal nama-nama karena semua hal dianggap berbeda dan harus memiliki satu nama yang mandiri. Maka Plato merasa perlu untuk memperlengkapi daya inderawi dengan daya berpikir abstraks (dianoia) . Maksudnya, kita harus menemukan pengertian umum dari apa yang diberikan oleh indera. Cara untuk menemukan pengertian umum disebut sebagai abstraksi, yaitu kegiatan menyingkirkan bagian-bagian dari suatu benda sehingga yang tersisa adalah ciri umumnya saja. Yang terlihat oleh indera dianggap oleh daya dianoia sebagai simbol dari hal-hal yang non-inderawi.

Namun dianoia pun bagi Plato belum memberikan pengetahuan sejati. Dianoia masih menggunakan data inderawi dalam menghasilkan pengetahuan, padahal pengetahuan yang baik, bagi Socrates, adalah pengetahuan berdasar pada "jiwa yagn baik" (eudaimonia). Karena itu, pengetahuan sejati bagi Plato harus berdasarkan pada penglihatan jiwa (noesis).

Keempat tahap pengetahuan ini digambarkan Plato dalam Symposium. Plato menyatakan bahwa kita tak pernah dapat megnenal seseorang secara utuh pada pertemuan pertama. Kita butuh waktu mengenal seseorang secara utuh pada pertemuan pertama. Kita butuh waktu mengenal bagian terdalam dari diri seseorang. Pertama kali kita mengenali seseorang tentu berdasar kabar mengenai orang itu, kabar itu memberikan banyak praduga dalam diri kita. Lalu pada saat kita melihatnya secara langsung, sebagian praduga itu berguguran, karena melalui pandangan inderawi sendiri kita menemukan keindahan tubuh yang lebih dari apa yang digambarkan orang lain. Kemudian, dengan mencintai keindahan tubuh yang kita lihat, kita akan mencintai bukan lagi keindahan yang kita lihat itu melainkan juga sesuatu yang tidak kelihatan, yaitu jiwa yang indah. Dari sana kita menuju cinta akan pemikiran dan ide-ide yang indah, lalu kita bergerak menuju cinta sejati.

Menilai berdasarkan kabar orang lain adalah eikasia, menilai dan tertarik berdasar penglihatan langsung adalah pistis; menemukan keindahan yang tidak kelihatan adalah tahap dianoia; dan menemukan cinta sejati adalah tahap noesis.

Contoh lain bisa diambilkan lagi dari amsal Jostein Gaardner di atas. Ia memberikan amsal yang lebih mudah dimengerti:

Jika kamu lihat kue pancong, kamu menemukan bentuk kue yang sama. Berapa pun kamu beli kue itu, semuanya berbentuk sama bukan? Setengah elips, seperti bulan setengah.
Pertanyaannya, kenapa semuanya berbentuk sama?
Kamu bisa jawab? tentu saja, mudah. Karena kue itu dibuat dalam satu cetakan yang sama. Semua adonan dibuat oleh Mamang Tukang Pancong dalam cetakan yang sama. Jadi wajar saja jika semuanya memiliki bentuk yang sama.

Bentuk-bentuk kue pancong adalah apa yang kita lihat (pistis). Masing-masing seperti mandiri, terpisah satu sama lain. Namun jika kita bandingkan satu sama lain, ada kesamaan yang dimiliki  semua kue pancong itu, ia berbentuk setengah elips. Kenapa semuanya berbentuk sama? Inilah pertanyaan yang mengarahkan kita pada tahap dianoia, yaitu usaha untuk menemukan yang tidak inderawi dari obyek pengamatan kita. Sedangkan kesimpulan bahwa "kue itu dibuat dalam satu cetakan yang ama" merupakan pengetahuan noesis. Yaitu jenis pengetahuan yang tidak bersandar pada penglihatan inderawi, namun pada penyebab yang menjadikan apa yang terlihat secara inderawi.

Pembicaraan noesis mengiring kita pada pembahasan tentang jiwa dalam pemikiran Plato. Jiwa dan tubuh dipandang sebagai dua kenyataan yang harus dibedakan dan dipisahkan. Jiwa berada sendiri, ia berasal dari dunia idea dan karenanya bersifat kekal, tidak dapa mati. Jiwa memiliki tiga bagian:
  1. Bagian akal, yang mencita-citakan kebijaksanaan.
  2. Bagian kehendak yang mencita-citakan keberanian, dan
  3. Keinginan atau nafsu, yang harus dikendalikan sehingga kesopanan dapat ditegakkan.
Bagaimana ceritanya jiwa yang kekal itu bisa terperangkap dalam sangkar daging tubuh?

Plato memiliki cerita mengenai hal ini : Konon jiwa itu laksana sebuah kereta yang bersais (yang dikendalikan oleh rasio), yang ditarik oleh dua kuda bersayap : yaitu kuda kebenaran yang lari ke atas, ke dunia ide ; dan kuda keinginan atau nafsu yang lari ke bawah, ke dunia gejala. Dalam tarik menarik itu kuda keinginanlah yang menang, sehingga kereta itu jatuh ke dunia gejala dan dihukum penjara dalam sangkar daging (tubuh).

Jiwa yang berasal dari dunia idea tentu saja sebelumnya telah menemukan seluruh pola-pola yang menjado asal kenyataan di dunia ini. Pengalaman jiwa inilah yang memuat akal pikiran bisa menemukan bayangan pola-pola dari benda-bendar terinderai. Pola-pola yang membuatnya teringat pada pola-pola di dunia idea. Inilah teori pengingatan ulang (rekoleksi). Jadi bagi Plato pengetahuan tentang kebenaran secara alami sudah ada, mendekam, dalam diri seseorang sebelum ia mampu belajar lewat pengalaman dan observasi. Namun ia terperangkap oleh cara pandang indera, karena itu manusia harus mengingat kembali pengetahuaannya dengan cara menemukan pola-pola yang dapat ditemukan dari benda-benda terinderai.

Cara Menemukan Dunia Ide alias Kebenaran

Mari kita buat urutan pengetahuan menurut Plato :Eikasi, Pistis, Dianoia, dan Noesia. Dari kesemuanya itua da yang menunjuk pada kepahaman yang salah (Doxa), yaitu Eikasia dan Pistis; dan ada yang menunjuk pada kepahaman yang arif (episteme). Namun yang menarik dari Plato adalah bahwa dari doxa itu, jika kita terus menerus menelusuri formanya akan sanggup mencapai pada kearifan. Hal ini bisa terjadi, karena yang disebut doxa adalah pengetahuan yang dicerap melalui indera, yang justru data-data indera itu dibutuhkan bagi penemuan kearifan (episteme).

Dari kaitan ini kita dapat belajar bahwa tak ada kesalahan atau kejahatan yang abadi, hanya kebaikan dan kearifan saja yang abadi. Dalil ini memberi ruang kebahagiaan tersendiri agi kita, terlebih kita seringkali merasa sedih dan tersingkir ketika menyadari adanya kesalahan dalam kesadaran kita. Menurut Plato, sekali lagi, kesalahan justru jalan menuju kebenaran. Tentu saja, dengan syarat kita menyadari kadar kesalahan itu; dengan modal kesadaran akan kesalahan, akan kebebalan kita dapat menemukan kearifan.

Bagaimana Caranya? 
 Mari kita gambarkan skema penemuan ide / kebenaran menurut Plato
Eikasia dan Pistis dianggap sebagai doxa (pemahaman yang salah), sedang Dianoia dan Noesia adalah Episteme (pemahaman yang benar). Doxa bagi Plato tidak harus dibuang, namun dijadikan modal sebagai jejak menuju episteme. Jadi dapat kita simpulkan bahwa kesalahan merupakan awal dari ditemukannya penemuan kebenaran. Ini tentu agak mirip dengan Socrates Sang Guru, ia juga bertugas tanpa lelah untuk melahirkan kebenaran dari anggapan yang salah.

Namun bagaimana kita dapat menemukan idea (Sebagai kebenaran tertinggi) dari apa yang kita amati? Socrates, dengan tegas, menggunakan cara dialog; lalu Plato seperti apa?

Eikasia dan Pistis adalah kerja indera. Kita menemukan dunia kenyataan yang terus berubah dan saling bertentangan, jika kita mengandalkan gosip (eikasia) tentang suatu masalah dan cara pandang emosional (pistis) kita tak akan mendapatkan kebenaran utama. Namun fakta yang didapatkan dari eikasia dan pistis juga penting bagi penemuan dianoia. Jadi indera harus tetap digunakan dengan cara mawas diri, agar temuan indera ini tidak disimpulkan secara terburu-buru. Kenapa tidak boleh terburu-buru? karena kita sadar diatas pistis ada dianoia dan noesia.

Tahap Pertama : Eikasia (informasi yang kita dengar, berdasarkan cerita atau gosip)

Pada tahap ini, kumpulkan saja informasi sebanyak-banyaknya dengan bertanya pada orang sekitar atau orang lain yang kira-kira mengetahui tentang apa yang hendak kita cari tahu. Gali informasi sebanyak-banyaknya dari cerita orang lain. Jangan langsung percaya, tetapi kumpulkan dulu informasi itu sebagaim bahan. Anggap saja cerita orang lain itu sebagai asumsi yang tidak berdasarkan fakta.

Tahap Kedua : Pistis (Kumpulkan informasi dari penglihatan, apa yang kita lihat dengan mata kepala sendiri)

Apa yang kita lihat di lapangan, yang kita lihat melalui video, kumpulkan saja. Jangan langsung menganggap itu sebagai kenyataan. Bukankah di zaman sekarang ada pesulap, trickster, penipu, yang memanfaatkan penglihatan manusia. Para pesulap terlihat begitu hebat, mampu menghilangkan kartu dalam sekejap lalu memunculkannya, tapi kenyataannya itu hanya sebuah trik. Saat kita mengetahui trik sulap tersebut, kita akan langsung ilfil, oh gini toh.... Jangan langsung percaya hanya karena kita melihat sesuatu itu seperti yang kita pikirkan. Kumpulkan saja informasi melalui indera penglihatan.

Tahap Ketiga : Dianoia (Hugungkan Semua Informasi dalam Urutan ini dan kemudian itu)

Setelah terkumpul banyak inforamsi, tugas selanjutnya adalah mencerna fakta-fakta tersebut, dengan cara menghubungkannya satu sama lain. Daya dianoia yang anda miliki memiliki kemampuan untuk mengurutkannya, mana yang awal mana yang kemudian. Pengurutan fakta-fakta ini akan membawa anda pada pembandingan satu fakta dengan fakta yang lain, dan secara pasti akan menyingkirkan fakta dari pistis dan eikasia yang tidak benar. Yaitu yang tidak bersesuaian dengan fakta yang lain, tentu setelah diperbandingkan. Gagasan-gagasan awal akan bermunculan dalam bentuk dugaan, jangan-jangan ini atau itu?

Tahap Noesia: Renungkan, Hindari Dugaan, Sampai Muncul Satu Gagasan  

Kemudian bacalah ulang, renungkan ulang, dengan cara menerima semua kemungkinan. Pada saat ini akan muncul satu kesimpulan kasar mengenai apa yang sedang terjadi, atau apa gambaran umum dari semua fakta yang anda temukan. Renungkan kembali, inilah tahap inkubasi, dengan tenang tanpa prasangka dan keterburu-buruan sampai muncul satu gagasan dari diri anda. 


Contoh Pengaplikasian Metode Plato ini:

Suatu ketika anda hendak menulis paper dengan satu topik tertentu, misalnya Krisis Ekonomi Indonesia. Kesulitan membuat paper, biasanya karena anda lebih dahulu berpikir (atau menilai) sebelum tersedia banyak bahan. Maka, langkah pertama kumpulkan dulu semua bahan, apa pun (guntingan koran, catat wawancara di radio atau TV, buku-buku dan jurnal ilmiah) yang berkenaan dengan topik paper anda. Pada saat mengumpulkan itu, semua sumber dianggap sama pentingnya.

Setelah itu, baru dibaca semua sumber secara seksama. Bandingkan dan hubungkan satu sumber dengan sumber lain, niscaya anda sudah mendapatkan satu gambaran umum (agak remang-remang) tentang topik tersebut. Setelah itu, berdiam dirilah, pikirkan semuanya baik-baik; ditimbang-timbang. Jika anda tidak terlalu terburu-buru, secara otomatis akan muncul satu gagasan tentang apa yang harus anda tuliskan. 


Metode menemukan ide/kebenaran ala Plato ini juga bisa dipergunakan dalam memecahkan sebuah kasus atau mengungkap sebuah sejarah.

Demikianlah artikel kami tentang Pemikiran Plato, semoga menginspirasi.
Baca Selengkapnya → Pemikiran Plato : Logos dan Cara Menemukan Kebenaran (Dunia Ide)

Tuesday, September 20, 2016

Pemikiran Socrates: Mencapai Kebahagiaan, Menyadari Jiwa, Dialog Socrates, dan Berfilsafat dari kehidupan sehari-hari


Pada abad ke-5 Sebelum Masehi muncul aliran baru, yaitu sofis. Kelahiran mereka berkaitan dengan perkembangan kota Athena yang luar biasa makmur dan menjalankan demokrasi secara bebas. Demokrasi Athena sangat menghargai jiwa warga negara. Dalam Pengadilan, misalnya mereka memilih juri berdasarkan undian. Juri-juri ini dipilih dari warga negara biasa dan hanya menjabat dalam periode singkat.

Dalam pengadilan ini penuntut dan terdakwa tampil secara pribadi, tidak diwakili oleh pengacara. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat Athena merasa perlu untuk memiliki keterampilan berbicara. Karena tanpa kemampuan itu, mereka tidak akan bisa membela diri di depan pengadilan. 

Untuk kepentingan itu, mereka menggaji orang yang pandai untuk menuliskan naskah pidato yang bagus dan memukau atau guru yang mengajari bagaimana berbicara secara memukau. Guru -guru inilah yang disebut sebagai Sofis.

Kata Sofis berarti Arif atau pandai atau bijaksana yaitu  gelar bagi mereka yang memiliki kearifan dalam menjalani kehidupan. Namun pada zaman ini, arti sofis berkaitan dengan orang yang pandai bicara, mempengaruhi orang dengan kemampuan berdebat. Aliran ini banyak dianggap sebagai aliran yang negatif, karena merelatifkan segala kebenaran.

Contohnya adalah Protagoras, salah satu tokoh terkemuka aliran ini, menyatakan bahwa:

Manusia adalah ukuran segalanya, jika manusia menganggapnya demikian maka demikianlah adanya, dan jika tak demikian maka tak demikian pula.

Maksudnya adalah bahwa semuanya itu harus ditinjau dari pendirian manusia masing-masing. Kebenaran umum tidak ada. Pendapatku adalah hasil pandanganku sendiri. Apa pandanganku ini benar bagi orang lain, sulit dipastikan, boleh jadi tidak. Apa yang dikatakan baik boleh jadi jahat bagi orang lain. Alamku adalah bagiku sendiri. Orang lain mempunyai alamnya sendiri pula.

CARA MENCAPAI KEBAHAGIAAN MENURUT SOCRATES

Di tengah anggapan bahwa semua kebenaran relatif, cara pengungkapan yang memukau menjadi penting. Maksudnya, kebenaran tidak lagi tergantung pada isi ( bukankah isinya sudah dianggap relatif), kebenaran tergantung pada bagaimana cara menyampaikannya, yang baik bisa tampak jahat ketika salah menyampaikannya dan sebaliknya.

Tokoh kedua dari kaum Sofis adalah Georgias. Ia hidup pada rentang tahun 483-375 di Leontinoi, Sisilia. Pada Tahun 427 ia datang ke Athena sebagai ahli pidato dan menjadi guru berpidato. Georgias menyatakan bahwa tidak ada satupun yang benar :

Tidak ada sesuatu pun yang ada, jika ada maka ia tak dapat diketahui, dan jika dapat diketahui sesuatu itu tidak dapat dikabarkan.

Georgias menyatakan bahwa segala pemikiran atau pendirian adalah salah, dia menihilkan segala kebenaran. Berkebalikan dengan pernyataan Protagoras yang menyatakan bahwa segala pemikiran dan pendirian bisa jadi benar. Dan kenyataannya  pada waktu itu Retorika (Keterampilan mengolah kata-kata) adalah menjadi cara paling ampuh untuk meyakinkan orang.

Ditengah-tengah kuatnya pengaruh kaum Sofis, muncullah seorang Filsuf lain yang mencoba memberikan alternatif baru. Ia adalah Socrates. Lahir di Athena pada tahun 470 SM dan meninggal pada tahun 399 SM. Socrates setuju bahwa pada manusialah terletak pengatahuan. Namun ia tidak setuju dengan kebenaran relatif (Protagoras) dan Nihilitas kebenaran (Georgias).

Pertentangan dari Socrates ini ada benarnya. Bayangkan jika kita mempercayai bahwa tidak ada kebenaran yang bisa dipercayai, maka tindakan dan pikiran kita tidak akan terpacu untuk mencari kebenaran. Ini berarti kita berhenti untuk mencari tahu sesuatu karena percuma saja mencari kebenaran, orang semuanya sudah salah. Dalam hal ini Socrates memandang bahwa masyarakat Athena sudah terjebak dalam skeptisisme Protagoras dan Nihilitas Georgias yang pada akhirnya mengarahkan masyarakat Athena untuk condong ke arah duniawi (kekayaan, kemewahan, kesombongan, menang perdebatan, dll).

"Saya curahkan waktu saya dengan melakukan upaya membujuk kalian, pemuda dan orang tua, agar kepedulian pertama dan utama kalian bukan demi raga dan harta kalian, melainkan demi kesejahteraan jiwa kalian. Kekayaan tidak akan membawa kebaikan, tetapi kebaikan akan membawa kekayaan dan segala berkah lainnya, baik bagi individu maupun bagi negara."

Socrates mempercayai adanya satu kebaikan yang bisa dimiliki oleh semua orang, kebaikan itu ada dan tidak bisa diragukan lagi. Socrates mempercayai bahwa manusia bukan hanya badan, manusia memiliki jiwa. Jiwa adalah inti dari manusia, karena jiwa sebagai inti maka manusia wajib mengutamakan jiwanya (eudaimonia = memiliki jiwa yang baik). 

Hidup tanpa memperdulikan kondisi jiwanya sama saja dengan sekedar menempat, hanya hidup saja, dan tidak berarti apa-apa . Orang harus hidup yang baik, yaitu memiliki jiwa yang bahagia.

Lalu bagaimana orang bisa mencapai kebahagiaan? Socrates menyatakan bahwa cara untuk mencapai kebahagiaan adalah dengan pengetahuan. 

Kebahagiaan adalah pengetahuan, demikian ujar Socrates.

Kebahagiaan seorang tukang sepatu adalah kebahagiaan/keutamaan yang menjadikan seorang tukang sepatu itu menjadi tukang sepatu yang baik, yaitu ketika ia memiliki pengetahuan akan pekerjaannya dan memiliki keahlian dalam bidangnya itu.

Kebahagiaan mahasiswa, guru, politikus, pedagang, ustad, petani, nelayan, sopir dan tukang bangunan tentu saja berbeda-beda tergantung dari kehidupan yang digelutinya setiap hari. Namun semua itu tergantung pada  2 hal :
  1. Pengetahuan tentang kehidupan yang digeluti.
  2. Praktek dalam kehidupan sesuai dengan pengetahuannya itu.
Kebahagiaan adalah pengetahuan, berarti segala kesedihan berasal dari ketidak tahuan. Tiadanya pengetahuan kita adalah menjadi sumber kesedihan kita. Tidak mungkin satu orang pun di dunia ini yang memilih ketidakbahagiaan atau kesalahan, jadi seluruh kesalahan dan ketidakbahagiaan kita berasal dari ketidak tahuan kita akan sesuatu hal tersebut.

Kebahagiaan tergantung pada pekerjaan? Ini terlihat agak relatif. Kalau begitu Socrates sama dengan guru-guru sofis? Mari kita amati lagi pemikiran Socrates. Bagi Socrates kebahagiaan terkait dengan kehidupan yang dihadapi seseorang. Setiap orang tentu memiliki pekerjaannya masing-masing, setiap orang menghadapi benda-benda yang khas sesuai dengan apa yang sedang dikejakannya itu. 

Kebahagiaan akan tercapai ketika ia sukses mengerjakan apa yang sedang digelutinya. Seorang tukang sepatu akan tersenyum puas jika ia dapat membuat sepatu yang baik, kuat dan indah ; sebaliknya ia akan kecewa ketika sepatunya cepat rusak dan tidak indah. Kepuasan itulah yang dimaksud Socrates dengan kebahagiaan atau kebaikan. Jadi, kebahagiaan seseorang adalah jika ia menyelesaikan dunia kehidupannya dengan baik.

Tapi bagaimana caranya agar orang bisa mengerjakan sesuatu dengan baik? Pengetahuan itulah jawabannya. Tanpa pengetahuan tentang hal ihwal sepatu, seorang tukang sepatu tidak akan bisa menghasilnya sepatu yang baik dan indah. Nah, bagi Socrates pengetahuan menjadi inti dari kebahagiaan. 

Jadi yang baik itu hanya ketika seseorang memiliki pengetahuan. Pengetahuan menjadi syarat umum yang harus dimiliki semua orang agar ia bisa sampai pada situasi bahagia. Pendapat Socrates yang menyatakan ada satu hal umum yang dimiliki oleh semua orang ini menunjukkan bahwa dirinya tidak sama dengan guru-guru sofis lainnya.

Kebahagiaan dikaitkan Socrates dengan "jiwa yang baik" atau eudaimonia . Apakah jiwa menurut Socrates? Apakah ia atom lembut yang bundar seperti pemikiran Democritos, atau udara seperti Anaxagoras? 

Jiwa manusia menurut Socrates adalah bagian dari Tuhan, jiwa berada dalam diri semua manusia dan membimbing arah kehidupan manusia ke arah kebaikan. Semua manusia memiliki jiwa karena itu semua manusia pada dasarnya baik. Namun Orientasi yang hanya terarah pada badan dan harta membuat manusia melupakan jiwanya, suatu kealpaan yang membuat manusia menderita.

BAGAIMANA CARA MENYADARI JIWA?


Dialog merupakan cara yang ditempuh Socrates. Ia berjalan-jalan ke seluruh pelosok kota, ke tengah pasar dan segala tempat keramaian untuk mengobrol dengan banyak orang. Socrates mengajak semua orang untuk membicarakan kehidupannya, mengkritisi apa yang selama ini dianggap baik dan benar sampai pada akhirnya menemukan kesadaran bahwa ada kontradiksi dalam keyakinannya, suatu hasil yang mengarahkan orang itu untuk menemukan apa yang baik tanpa kontradiksi. Pada saat itulah kita menyadari akan jiwa.

DIALOG SOCRATES

Dalam dialog Socrates tidak mengajarkan apapun, ia menolong mengeluarkan apa yang tersimpan dalam jiwa orang yang selama ini terkubur oleh pengetahuan yang salah. Salah satu pengetahuan yang salah itu adalah bahwa seseorang telah tahu banyak semua urusan hidup, merasa ahli.

Seorang ahli biasanya merasa bahwa seluruh kehidupan bisa dipahami melalui konsep-konsep yang telah dimilikinya. Jadi tak ada lagi yang tidak bisa dipahami. Sikap ahli ini membuat orang menganggap remeh pada gejala-gejala kehidupan yang dialami sehari-hari, yang kemudian akan membuatnya gagal dalam menjalani kehidupan.

Dalam konteks ini pernyataan Socrates, " Saya tahu bahwa saya tidak tahu apa-apa" menjadi penting. Karena bagi Socrates kesadaran akan kebebalan mengarahkan manusia untuk bisa terbuka pada segala kemungkinan terbaik bagi jalan hidup seseorang.

Lewat dialog, Socrates berlaku seperti seorang bidan. Tugasnya membantu orang lain bahwa dirinya memiliki bayi "jiwa yang baik" untuk kemudian dilahirkan melalui penyadaran akan ketidaktahuannya. Sebagai seorang bidan Socrates mengajak kawan dialognya untuk menemukan pengertian, yaitu bentuk yang tetap dari segala yang berubah, yang tak pasti. Biasanya ia memulai perbincangan dengan pertanyaan "Apa itu? Apa itu indah? Apa itu bahagia? Apa itu berani ? Batu setelah itu ia meneruskan pertanyaan "Apa yang menjadi sebab semua itu?"

Metode dialog socrates bermula dari "induksi untuk menemukan defenisi". Defenisi ini membentuk suatu pengertia yang berlaku umum. Pertanyaan "Apa itu?" merupakan pertanyaan awal dalam metode induksi Socrates. Induksi Socrates  bukan seperti  metode induksi yang kita pahami sekarang ini.Saat ini induksi berarti cara berpikir dari yang khusus menuju yang umum. Induksi bagi Socrates adalah memperbandingkan secara kritis. Gambaran metode ini dengan baik dikemukakan oleh Muhammad Hatta:

"Ia tidak berusaha mencapai kesimpulan dari penjulah hal-hal yang partikular. Ia mencoba mencapai kesimpulan dengan contoh dan perbandingan, lalu diuji dengan meminta pendapat pada lawan dialognya. Dari lawan bicaranya, yang ahli dalam satu hal, ia meminta definisi mengenai apa yang sedang dibicarakan menurut keahliannya. Misalnya tentang berani, indah dan lainnya. Pengertian yang diperoleh ini kemudian diuji silang pada beberapa keadaan dalam kehidupan yata. Jika dalam pengujian ini pengertian yang ditemukan tidak bisa diterapkan, maka pengertian itu diperbaiki definisinya. Definisi baru itu kemudian iduji dengan cara yang sama untuk mencapai hasil yang lebih sempurnya. Demiian seterusnya." 

 Socrates dianggap sebagai filsuf sejati. Ia rela dihukum mati ketimbang berhenti berfilsafat, inilah alasan utamanya. Dalam The Gay Science Nietsche menulias pujian untuk Socrates,

"Saya memuji keberanian dan kebijaksanaan Socrates dalam semua hal yang ia lakukan, yang ia katakan - dan yang tidak ia katakan. Socrates adalah yang berhati jenius. Yang suaranya mampu menyentuh kedalaman jiwa setiap orang. Yang mengajar orang untuk mendengarkan, yang menghaluskan jiwa-jiwa yang kasar, dan membiarkan kekayaan yang terlupakan dan tersembunyi, tetesan kebaikan, yang karena sentuhannya setiap orang diperkaya, bukan karena menemukan rahmat ataupun kekaguman, bukan karena diberkati dan ditekan oleh kebaikan orang lain, tetapi karena menjadi lebih kaya dalam dirinya sendiri, terbukan-barangkali kurang yakin- tetapi penuh dengan harapan yang sampai sekrang belum memiliki nama."

Socrates disebut filsuf sejati karena ia tidak menjadikan filsafat sebagai teori-teori yang ruwet dan membosankan. Ia adalah filsuf seperti yang digambarkan Walter Kauffman. Seorang filsuf, begini ungkap Kauffman, adalah orang yang memerangi ketakutan kita " untuk memahami sesuatu yang bertentangan dengan kebiasaan dan kepercayaan umu" dan menocba membuat kita "lebih sensitif terhadap cara pandang yang lain, dan menunjukkan bagaimana pandangan yang dicerca dan dimengerti secara keliru oleh banyak orang terasa  dan terlihat dari dalam.

Pada diri Socrates kita dapat belajar mengenai satuhal : bahwa berfilsafat pada awalnya harus bermula dari diri sendiri. "Hidup yang tidak dipertanyakan adalah hidup yang tak layak untuk dijalani," begitu ujar Socrates. Ia mengajak kita untuk tidak sekedar menempat, seperti botol di kotak minuman. Manusia bukan botol, ia memiliki jiwa yang menyimpan peta menuju kebahagiaan. Namun kita seingkali seperti botol itu, terjebak dalam kebiasaan-kebiaasan yang tak pernah disadari mengapa seperti itu.

Misalnya, kita setiap hari sering diperbudak oleh rasa iri, marah, cemburu, takut, malu atau sedih. Karena semua orang juga mengalami hal yang sama, kita jadi tak perduli pada situasi itu. Akhirnya kita terus-menerus berada dalam lingkungan kemarahan yang sama, dan kita tak pernah bisa berbahagia. Maka bertanyalah, ingatlah bahwa " kebahagiaan/kebaikan adalah pengetahuan" ; melalui pertanyaan kita bisa mendapatkan pengetahuan yang akaan mengarahkan kita pada hidup baik. Kauffman, dengan merujuk pada metode Socrates, menuliskan contoh cara mempertanyakan hidup:

"Sebagai awal, orang dapat bertanya pada dirinya sendiri " Apakah saya bebas dari kemarahan? Dan jika tidak, tanyakanlah : terhadap apa saya marah? persisnya seperti apa? Dan seberapa rasional hal itu, sehingga saya membenci ini dan bukan itu? Pada tahap ini jangan pikirkan apakah anda merasa dapat melepaskannya. Tanyakan saja pada diri anda, apakah anda ingin menjadi lebih baik? Pikirkanlah alternatif-alternatif yang ada dengan menggunakan imajinasi anda. Anda tidak memerlukan seseorang psikoanalis untuk melakukannya, anda dapat melakukannya kendatipun sama sekali tidak mudah. Dan yang lebih berat, tentu saja, adalah terus melepaskan kemarahan, teteapi hal itu juga dapat dilakukan sekalipun membutuhkan waktu banyak"

 

 BERFILSAFAT DARI KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Dalam dialog Socrates, setiap jawaban memunculkan pertanyaan, sedang dalam dialog resmi ilmiah setiap pertanyaan menghasilkan jawaban.
Dari Socrates kita menemukan suatu cara berfilasafat yang bisa dengan mudah kita lakukan. Socrates menjadikan kehidupan sehari-hari sebagai dasar dan tujuan kegiatan berfilsafat. Tidak ada istilah yang ruwet dalam kegiatan berilsafat ala Socrates. Semua orang bisa melakukannya. 

Alasan yang pertama, semua orang memiliki dunia kehidupannya. Dunia kehidupan ii belum tentu telah dijalani dengan baik sehingga menghasilkan kebahagiaan yang tulus. Bisa saja dunia kehidupan itu dilakukan dengan terpaksa atau menuruti kebiasaan orang kebanyakan. Dengan merunut pada kebiasaan awam semisal itu, bisa dipastikan tidak dapat menghasilkan kebahagiaan. Inti dialog adalah melahirkan kesadaran hidup baik dari diri sendiri dan kawan bicara. Bagaimana orang harus hidup merupakan urusan semua orang, karena itu dialog dengan tujuan hidup baik adalah penting bagi siapapun.

Alasan kedua, semua orang memiliki kegelisahan akan kehidupan yang terus-menerus dibayangi kegelisahan atau ketidakpuasan. Namun ketidakpuasan ini jarang terungkap, seringkali kita menganggapnya sebagai gelaja kejiwaan yang biasa-biasa saja. Jadi tak pernah dipersoalkan. Lama kelamaan ketidakpuasan itu terus menumpuk dan menghasilkan kesadaran palsu, kita jadi teramat pemarah tanpa alasan yang jelas atau menjadi sangat pemalas. Kita jadi pemarah karena ketidakpuasan yang telah menumpuk itu tidak tak menemukan cara pembebasannya, ia terkurung dan ingin diekspresikan. Namun sekian lama tidak dibahsakan membuat kesadaran itu menjadi sulit dipahami. Pada saat itu yang muncul adalah emosi-emosi yang tak juntrung sebabnya. Demikian pun dengan rasa malas, biasanya rasa malas bermula dari keputusasaan : karena hidup selalu tidak memuaskan maka tak perlu lagi ada usaha. Dialog mode Socrates merupakan pembebasan.

Alasan ketiga, semua orang memiliki pertanyaan terhadap dunia kehidupannya. Juga memiliki sejumlah gagasan dan impian mengenai bagaimana cara hidup yang bahagia. Metode Socrates membutuhkan kejujuran terhadap apa yang dialami, dipikirkan dan dilakukan untuk dikemukakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dan rumusan-rumusan sederhana. Metode Socrates tidak membutuhkan  pertanyaan yang ruwet atau jawaban yang ilmiah. Pertanyaan/jawaban yang baik adalah pertanyaan/jawaban yang berdasar teori merupakan kebiasaan kaum Sofis ini ditentang oleh Socrates.

Alasan Keempat, saat ini kita sebenarnya hidup ditengan kerumunan masyarakat Sofis. Ada banyak barang yang kita gunakan bukan berdasar kebutuhan kita terhadap barang tesebut, namun karena kemasan iklan yang merayu secara cerdik. Misalnya, karena di kepala kita sudah tertanam bahwa " hanya yang ilmiah sajalah yang benar, hanya yang telah diuji di laboratorium sajalah yang benar" maka kita tertarik untuk membeli detergen tertentu setelah melihat iklan yang sedemikian ilmiah. Ingat ungkapan Kaum Sofis, "kebenaran atau kesalahan tergantung pada pengolahan kata-kata". Seluruh iklan itu pada dasarnya cara pengolahan barang agar terkesan lebih berkualitas ketimbang barang yang sejenis, walaupun belum tentu demikian.

Belum lagi kita juga berhadapan dengan kaum Sofis dari agamawan dan politikus. Mereka sedemikian cerdas mengolah kata, meyakinkan diri kita tentang apa yang patut segera dilakukan. Semuanya dikemas dengan kalimat ," semuanya untuk kebahagiaan bersama", walaupun pada kenyataannya kemudian semuanya untuk kepentingan tokoh-tokoh itu.

DIALOG SOCRATES BERKELOMPOK

Berikut tips panduan dialog Socrates secara berkelompok:
  1. Buatlah kelompok dialog, yang secara sederhana sukarela mau mengobrolkan persoalan-persoalan keseharian dan keyakinan secara terbuka.
  2. Buatlah dengan tema-tema sederhana, misalnya tentang rumah, pacaran, kerja, tetangga, belajar, dll.
  3. Buatlah dengan pertanyaan-pertanyaan, seperti: apa maksudnya? Siapa yang setuju dan siapa yang menentang hal itu? Adakah cara-cara lain untuk meikirkannya, yang lebih masuk akal danlebih dapat untuk terus dipertanggungjawabkan? Seluruh pertanyaan diupayakan untuk terus-menerus menggali konsekuensi-konsekuensi gagasan tertentu dan kemudian menawarkan alternatif dan keberatan yang menantang.
  4. Seluruh sanggahan, rumusan, pertanyaan, dan komentar peserta dialog sangat berharga. Jadi tak ada satupun yang dianggap remeh, semuanya berharga bagi perbaikan kesadaran masing-masing peserta dialog.
  5. Jika dialog tersebut tidak menyentuh kesadaran kita, tidak menyusahkan, secara mendan spiritual tidak menantang dan membingungkan, dengan cara yang indah dan menggairahkan, dialog tersebut bukan dialog Socrates.
 Sebagai contoh dialog Socrates secara berkelompok dikutipkan dari buku Socrates Cafe :

"Anda tinggal dimana?"
"Saya tinggal di Roma selama bertahun-tahun.Saya seorang dokter anak di sana. Tetapi saya tidak menganggap tempat itu sebagai rumah saya"
"Apakah anda berasal dari Jerman?"
"Dalam arti tertentu, ya. Saya dilahirkan di sana. Tetapi saya rasa dalam kenyataannya saya tidak pernah benar-benar memiliki rumah. Saya tidak yakin apakah yang disebut rumah itu memang ada."
"Rumah tidak ada?"

Saya tidak mendesak agar ia menjelaskan pernyataannya saat itu juga karena sudah saatnya Cafe Socrates dimulai. Ruang tempat kami berkumpul bersifat informal, hampir seperti di rumah sendiri. Ruang itu bermeja antik berbentuk bundar,dengan taplak kain berwarna putih cerah dan kursi-kursi berbantal nyaman.

"Apa itu rumah?" Saya bertanya kepada sekitar tiga puluh peserta atau lebih yang ada di ruangan itu, sambil bertukar pandang dengan wanita yang berbicara dengan saya tadi. Pada saat yang bersamaan ia tersenyum dan mengerutkan dahi padaku.

Wanita yang duduk persis di sebelahnya, sebut saja "Mildred" berkata,"Saya akan mengatakan pada anda apa yang bukan rumah itu?". Sambil akan mengatakan pada anda apa yang bukan rumah itu?". Sambil menepukkan tangannya pada kursi tempat ia duduk, ia lalu mengatakan dengan penuh perasaan,"Tempat ini bukan rumah saya, satu-satunya alasan saya mengapa saya di sini adalah bahwa anak-anak saya membuang saya ke sini.Saya ingin berada di tempat lain di mana pun kecuali di sini. "Kemudian ia sedikit mengenang masa lalunya di New York. Dengan kebanggaan yang sangat kentara itu, ia mengatakan bahwa ia pindah ke sana enam dekade yang lalu untuk menadi seorang pekerja sosial. Hal itu bertentangan dengan harapan keluarganya, "Saya meninggalkan rumah yang besar dan nyaman di Midwest atas pilihan saya sendiri dan membangun rumah baru untuk diri saya sendiri dan membangun rumah baru untuk diri saya sendiri di Bronx. "Ia hampir kelihatan bersinar penunh kebanggaan ketika mengatakan hal itu. Lalu ekspresinya tampak meredup kembali. Ia memandang semua orang di dalam ruangan itu,"Tetapi saya tidak berada di sini karena pilihan saya sendiri. Maka, ini bukan rumah saya sendiri. Rumah adalah tempat yang anda pilih untuk hidup."

Alex  :"Sangat sedikit di antara kita yang memiliki kemewahan untuk memilih di mana kita hidup. Saya hidup di tempat di mana saya dapat menemukan pekerjaan dan menyediakan rumah yang nyaman bagi istri dan anak-anak saya."

Anne : "Rumah adalah tempat di mana anda tidur. Tempat ini adalah tempat di mana saya tidur. Tempat ini adalah rumah saya."

Lalu Mildred berteriak,"Berapa orang di antara anda yang merasa bahwa tempat ini adalah rumah anda?"

Hanya tiga orang yang mengacungkan tangannya, dan mereka melakukannya dengan ragu-ragu. "Saya harus mengakui bahwa saya terkejut karena sedikit sekali di antara anda yang menganggap tempat ini sebagai rumah anda," kata Anne.

"Tempat ini adalah salah satu rumah saya," ujar Susan (wanita berambut abu-abu cerah terurai sebatas punggung),"saya juga masih punya rumah di Florida."

"Tidak sih, tetapi saya tidak pernah merencanakan menjualnya. Selama saya memiliki rumah itu, saya merasa bahwa saya masih memiliki rumah di sana", Susan berhenti sejenak. "Bagaimana dengan ungkapan buatlah diri anda kerasan seperti di rumah sendiri? Hal itu membuat saya bertanya-tanya pada diri saya sendiri, dimanakah saya dapat kerasan seperti di rumah sendiri? Sekalipun saya telah tinggal di sini selama beberapa tahun, tempat ini masih saja terasa sebagai bangunan tempat tinggal semata. Di sini saya masih merasa seperti ketika dulu saya tinggal di sana, rumah tersebut masih semata-mata merupakan bangunan tempat itnggal. Diperlukan waktu beberapa lama untuk menjadikan bangunan itu sebuah rumah , tidak hanya bangunan tempat saya belajar masak, di mana saya menjalin persahabatan yang langgeng dengan beberapa teman, di mana saya jatuh cinta". Ia berhenti sejenak, menghela nafas,"Saya pikir, pada akhirnya saya kan memandang tempat itu sebagai rumah, tetapi saya belum akan memandangnya demikian. Tempat itu masih merupakan sekedar bangunan tempat tinggal."

"Bagaimana sebuah bangunan rumah dapat benar-benar menjadi benar-benar rumah?" tanya saya, memancing.

Robert, seorang peserta yang sinis, berkata," Sya kira perama-tama anda harus tinggal di sana. Bahkan jika ada tempat lain yang mungkin lebih anda suaki, jika anda sudah memilih anda sudah harus menyatakan itulah tempat anda, itulah rumah anda. Saya tidak merasa begitu dengan tempat ini, dan saya tidak tahu apakah saya akan pernah merasa begitu."

"Saya pikir saya tidak pernah menganggap tempat-tempat yang secara fisik saya tinggali semenjak saya dewasa sebagai rumah", kata saya. "Saya kita saya merasakan hal yang sama seperti yang anda rasakan terhadap bangunan tempat tinggal. Dulu saya berpikir bahwa hal itu disebabkan oleh seringnya saya berpindah-pindah tempat, tetapi kemudia saya berpikir bahwa sebagai anak kecil, saya juga sering berpindah-pindah,namun cepat sekali saya menganggap tempat mana pun sebagai rumah, bukan semata- mata bangunan tempat tinggal."

Setelah berhenti sebentar untuk mengumpulkan gagasan lain say berkata,"Kadangkala saya berpikir bahwa satu-satunya kesempatan di mana sya merasa kerasan adalah ketika saya sedang dalam perjalanan. Sebagai wartawan, selama bertahun-tahun, saya berkerja hadiskan sebagian besar malam saya di penginapan. Hingga hari ini setelah saya pulang ke rumah selama lebih dari satu minggu, saya mulai merasa gelisah. Saya mengambil atlas lalu melihat semua tempat yang pernah saya kunjungi dan semua tempat yang ingin saya datangi."

Seorang wanita yang agak pemalu, Audrey namanya, setelah sejal awal ragu-ragu mengemuikakan gagasan akhirnya angkat bicara, "Saya menjalani hidup masa dewasa saya dalam sebuah apartemen yang indayh di Manhattan. Selama tinggal di sana, saya tidak pernah merasakan tempati tiu sebuah rumah saya," ia diam dalam beberapa saat," Saya bertanya-tanya hal tiu disebabkan akrena tempat itu hanya merupakan apartemen, bukan rumah yang sesungguhnya. Tetapi saya juga tidak berpikir bahwa tempat ini adalah rumah saya.Seandainya saya tahu alasannya."

"Apakah rumah yang sesungguhnya itu?", tanya saya.

"Rumah yang sesungguhnya adalah tempat di mana anda mengetuk dan mereka mempersilahkan anda masuk, kata Mildred. Sambil melihat Audrey ia meneruskan, "Saya yakin bahwa anda tidak menganggap bahwa tempat tinggal sebagai rumah karena tempat itu bukanlah tempat yang anda pilih, tetapi yang dipilihkan bagi anda. Sekalipun mereka mempersilahkan anda masuk, anda tidak pernah mengetuknya."

"Saya kita anda memang benar," terdengar jawaban lembut dari wanita tua yang sedari tadi diam di sudut ruangan.

"Rumah yang sesungguhnya adalah tempat anda lahir dan dibesarkan. Rumah masa kecil saya yang dekar di sini, yang masih ditinggali orang tua saya, tidak lagi terasa sebagai rumah saya," kata saya kepada wanita tua suara lembut. "Kamar tidur saya perlahan tapi pasti menjadi kamar ekstra bagi ibu saya. Bahkan sebenarnya saya dusah tidak mempunyai kuncinya lagi."

"Anda sudah tidak bisa pulang lagi ke rumah," sahut Jhon."Atau barangkali anda bisa pulang, tetapi rumah anda tidak bisa seperti yang dulu lagi, dan anda tiodak sama seperti yang dulu. Anda dapat kembali, tetapi apakah tempat itu masih merupakan rumah? Atau apakah tempat tersebut merupakan rumah baru? Apakah tempat itu menjadi rumah bagi orang asing?"

Cara dia mempertanyakan kembali pandangan saya tentang rumah, mengingatkan saya pada George Webber, tokoh protagonis dalam novel You can't go home, yang mengatakan bahwa," Hakikat kepercayaan adalah keraguan, hakikat realitas adalah mempertanyakan. "Bagi Webber rumah adalah tempat anda berasal, dan tempat anda tinggal untuk menemukan dunia di luar sana dan dalam proses tersebut anda memecahkan cangkang telur keberadaanmu. Beberapa tahun kemudian, Webber kembali ke kampung halamannya. Bagian akhir yang mengesankan dari buku itu ketika penduduknya marah terhadap isi bukunya yang memberi komentar menyakitkan tentang kampunghalamnnya. Bagian akhir yang mengesankan dari buku tersebut konon berasal dari suara yang di dengar Webber di malam hari, yaitu ," Kehilangan dunia yang engkau kenal, demi pengenalan yang lebih benar, melepaskan hidup yang engkau miliki, demi kehidupan yang lebih besar ; meninggalkan teman-teman yang engkau cintai, untuk cinta yang lebih besar; untuk menemukan tempat yang lebih baik daripada rumah, lebih luas dair bumi." Di tempat-tempat persinggahannya yang jauh, Thomas Wlfe sendiri tampaknya menemukan " tempat yang lebih baik daripada rumah". Tetapi jelas bahwa ia tidak menganggap tempat itu sebagai rumah. Da, sekalipun ia tidak menganggap bahwa dirinya tidak dapat pulang kembali, ia masih menganggap bahwa rumah masa mudahnya dalah rumahnya. Itu merupakan bagian dari dasar keberadaannya. Dalam pengertian fisik dan eksistensial. Wolfe merasakan keberakaran dan keterkaitannya di sana, sehingga perbedaan waktu dan tempat sejauh apa pun tidak akan mampu menghapusnya, dan bahwa tidak ada tempat lain di planet ini, betapapun baiknya, yang dapat menggantikannya.

Setelah merenung sejenak, wanita dokter anak yang memberi inspirasi awal pembicaran ini, berkata,"Rumah adalah tempat di mana temanmu berada. Saudara laki-laki saya ada di sini. Dan, dalam waktu dua bulan saya sudah berteman dengan empat orang. Dan itu cukup." Ia berhenti sejenak dan kemudia berbicara sedikit ragu,"Jadi, tempat ini berangsur-angsur menjadi rumah, yang semacam itulah."

"Rumah adalah tempat di mana hatimu berada," ujar Mildrerd.

"Apa itu artinya?" saya ingin tahu.

"Itulah tempat di mana anda mempunyai kenangan yang menyenangkan," jawabnya." Itulah tempat di mana saya belajar naik sepeda dan menyetir mobil, tempat di mana saya mendapatkan ciuman pertama, tempat saya datang untuk berkumpul kembali dengan keluarga, tempat yang menjadi tujuan hampir semua telepon jarak jauh saya. Rumah adalah tempat khusus yang saya cintai lebih daripada yang lain."

"Saya berasal dari keluarga yang retak," Bill yang semula diam, tiba-tiba angkat bicara. " Saya tidak memiliki kenangan yang manis sedikitpun  di sana, tetapi tempat tempat itu masih merupakan rumah bagi saya. Saya kita  lebih baik mengatakan bahwa rumah merupakan tempat di mana anda memiliki kenangan, entah emnyenagnkan atau tidak. "Ia berhenti dan kemudian," Tetepi saya bertanya apakah itu benar. Maksud saya, kita mempunyai banyak kenangan selain rumah."

" Saya kira kenangan itu sendiri adalah sejenis rumah," ujar lelaki yang berdiri di pinggir Diana." Vladimir Nabokov menulis, kenangan adalah satu-satunya real estate. Mungkin yang ia maksudkan adalah bahwa anda dapat dilepaskan dari segala sesuatu yang anda miliki, tetapi tidak seorang pun dapat mengambil kenangan atau ingatan anda."

"Kakak perempuan saya menderita Alzhemeir, maka dia kehilangan ingatan dan identitasnya," kata Jean. Semua orang terdiam. Jean akhirnya meneruskan,"Saya sungguh berpikir bahwa kita sudah tersesat terlalu jauh ketika kita mulai bicara tentang tempat-tempat yangbukan bangunan fisik sebagai rumah. Misalnya, saudara perempuan saya tinggal di sebuah rumah perawatan. Bahkan lebih sering ia tidak tahu di mana sesungguhnya ia berada, tetapi tempat itu tetap rumahnya."

"Jika demikian, lalu apkah semua tempat di mana kita masing-masing pernah tinggal dalam hidup kita dapat disebut sebagai rumah?" tanya saya.

"Tidak", tukas si dokter anak,"Saya dilahirkan dan dibesarkan di Jerman. Dulu itu kampung halaman saya, tetapi sama sekali bukan rumah saya". Ia terus menceritakan bagaimana ia dan keluarganya harus melarikan diri dari Jerman karena ada ancaman penganiayaan terhadap Yahudi.Dari san ia pergi ke Italia," Jerman tak pernah menjadi rumah bagi saya."

"Tetapi anda berasal dari Jerman," seorang wanita berkata padanya.

"Itu bukan rumah saya."

"Baiklah, sekalipun tampaknya kita semua mempunyai gagasan yang paling tidak agak berbeda mengenai apa itu rumah dan di mana rumah kita," kata saya,"Adakah semacam benang merah yang menghubungkan gagasan kita masing-masing tentang rumah?"

Wanita yang duduk di pinggir saya, berbicara hampir tanpa jeda, "Tampaknya rumah adalah tempat, tempat yang spesial, di mana kita masing-masing dalam arti tertentu tinggal. Bagi banyak orang di antara kita, tempat ini baik dan nyaman, bagi yang lain rumah itu bisa menakutkan dan tidak nyaman. Tetapi dalam semua contoh tersebut, tempat tersebut tetap merupakan rumah."

"Saya pikir anda benar" kata pria kurus dengan suara yang lirih (selama ini ia diam saja). Kemudian ia berkata ,"Setiap kali ada perang di dekat rumah kami, akami kan pindah. Selama masa kecil saya, untuk menghindari Revolusi Bolshevik, kami pindah dari Rusia ke Kanada. Akhirnya kami pindah ke Hawaii, lalu ke daratan Amerika Serikat ketika Perang Dunia Ke-2. Saya tahu bahwa sebagian orang di sini tidak cocok dengan pandangan ini, tetapi rumah bagi saya bukanlah bangunan tempat tinggal. Rumah adalah keluarga saya. Rumah saya adalah orang-orang yang paling saya cintai".

"Sayalah satu-satunya keluarga yang pernah saya miliki," seseorang tua, bungkuk dan bertongkat butut. "Saya dibesarkan di sebuah panti asuhan, suatu tempat yang sama sekali tidak menyenangkan bagi saya. Saya tidak pernah menganggapnya sebagai rumah. Setelah saya meninggalkan panti asuhan, saya sendirian dan mengandalkan disaya sendiri, sampai saat ini, ketiak saya tak punya pilihan lain kecuali harus menerima bantuan para staf di sini. Tetapi seperti yang dikatakan staf tadi pada awal percakapan iin, tempat ini bukan rumah saya." Kemudian ia menepuk dadanya dan berkata ,"Sayalah rumah bagi saya."

Beberapa lama kami terdiam.Akhirnya pria kurus yang berbicara sebelum Pak Tua ini megnatakan ," karena diskusi ini dinamakan Cafe Socrates, saya berpikir tentang Socrates. Dan, sayapikir bagi Socrates, rumah adalah seluruh Athena. Dan itu merupakan salah satu alasan kenapa ketika pengadilan yang memberi Socrates pilihan untuk menginggalkan Athena daripada dihukum mati, ia tetap emnolaknya. Karena pergi dari Athena akan membuatnya merasa tidak punya rumah. Ia lebih suka mati daripada tidak punya rumah".

Ia memandang dokter anak. "Jerman hanyalah tempat asalmu. Seperti yang anda katakan tadi, rumah adalah tempat di mana orang yang anda cintai berada." Hal ini mendorong saya untuk mengatakan ," Ketika saya pergi bersama ibu ke sebuah kamp tambang batu bara di Virginia, tempat beliau dilahirkan, saya berkata kepadanya," Jadi ini adalah rumah ibu". Beliau menjawab, "ini adalah tempat asal ibu, tetapi kamu adalah rumah ibu."

"Apakah ibu anda selalu membuat anda merasa nyaman untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan?" dokter anak itu kembali berbicara. "Ya, benar" kata saya kepadanya. Ia meminta saya untuk bercerita lebih banyak lagi tentang ibu.

"Kamp tambang batu bara tempat dia dilahirkan dan dibesarkan tersebut masih ada di sana, masih utuh, sekalipun tempat itu sudah menjadi kota hantu tak berpenghuni. Sejak pertama kali saya pergi ke sana. Saya mencoba membayangkan bagaimana ibu saya, dalam lingkungan yang sangat menekan ini, dapat membayangkan bahwa ada dunia lain, atau kemungkinan-kemungkinan lain bagi dirinya.

Entah bagaimana dengan sedikit dorongan dari orang lain, ibu saya mengembangkan kecintaan pada tulisan. Ia akan menyelinap ke sebuah perpustakaan kecil yang dibangun oleh pemilik pertambangan, setiap kali ada kesempatan dari membaca buku apa saja yang dapat dia peroleh di sana. Dengan emmbaca, dia mulai menemukan dunia yang ada di seberang gunung-gunung itu, dan dia mulai menemukan alam semesta dalam pikirannya. Saya pikir saya belum pernah bertemu dengan seorang pemikir kritis yang lebih berbakat daripada ibu saya.

Bahkan ketika saya masih kanak-kanak, daripada memberitahu saya satu jawaban, ibu mendorong saya untuk mengembangkan sistem kepercayaan sendiri, untuk menemukan jalan saya sendiri, kebenaran saya sendiri, dengan pikiran saya sendiri. Saya adalah tukang bertanya yang terus menerus menghujaninya dengan pertanyaan demi pertanyaan. Tetapi ia tidak pernah menjawab, "karena memang sudah begitu adanya". Dia tidak pernah sedikitpun jengkel oleh pertanyaan-pertanyaan yang tak ada habisnya. Bahkan, tampaknya dia sangat menikmati setiap pertanyaan yang saya ajukan.Apakah saya bertanya,"Mengapa langit berwarna biru? Atau "Mengapa ada langit ? Atau "Mengapa ada pertanyaan? Jawaban pertama yang biasa di aberikan adalah "Mengapa kamu berpikir bahwa langit itu berwana biru, bahwa ada langit, dan bahwa ada pertanyaan-pertanyaan?" Dan dari awal yang demikian itu, kami akan berdialog. Ia menantang dan mendorong saya untuk menemukan jawaban-jawaban saya sendiri."


Kesimpulan dari Dialog di Cafe Socrates di atas adalah:

  1. Berfilsafat bukan masalah teoritis, namun berasal dari hal-hal keseharian, dari pengalaman yang selama ini tersembunyi untuk dikemukakan. Cara Socrates membolehkan kita untuk tidak berteori, karena teori tidak akan membuat kita terhubung dengan realitas. Justru dengan berdasar pada pengalaman kita mendapatkan apa itu hidup yang selama ini kita anggap telah selesai.
  2. Komitmen untuk saling menghargai, tanpa meremehkan pendapat orang lain, terlihat sangat penting. Karena justru dengan memberi harga pada keberadaan kita jadi menemukan betapa pemahaman kita tidak bisa otomatis jadi berlaku bagi semua orang. Pembicaraan berdasar pengalaman khas dari masing-masing, telah berfungsi sebagai kritik (pembatasan) atas apa yang selama ini kita yakini, sebaliknya juga demikian.
  3. Berbicara dan mendengarkan pembicaraan orang lain menerbitkan rasa syukur terhadap apa yang kita lami dan rasakan.
  4. Terakhir, seperti dikemukakan Wolfe, "hakikat kepercayaan adalah keraguan, hakikat realitas adalah mempertanyaakan".Dengan meragukan kepercayakan kita, kepercayaan itu akan menemukan kekentalannya. Demikian pun dengan realitas. 
Pemikiran Socrates adalah sebuah jalan berfilsafat yang unik. Semoga kita bisa mengambil pelajaran.
Baca Selengkapnya → Pemikiran Socrates: Mencapai Kebahagiaan, Menyadari Jiwa, Dialog Socrates, dan Berfilsafat dari kehidupan sehari-hari

Tuesday, September 13, 2016

Tips Berwirausaha dari Pakar Wirausaha Indonesia

Berikut di bawah ini adalah tokoh Enterpreneuship atau wirausahawan-wirausahawan sukses yang ada di Indonesia. Mereka ini adalah orang-orang yang pantas kita jadikan contoh teladan dalam berwirausaha.

Sebagai calon wirausahawan, kita sebaiknya mendengar nasihat-nasihat mereka dan pola pikir mereka agar kita juga bisa sukses berwirausaha.

1. Bob Sadino

Bambang Mustari Sadino atau yang akrab disapa Bob Sadino lahir di Tanjung Karang (sekarang Bandar Lampung), 9 Maret 1933 adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang bergerak di bidang pangan dan peternakan. Beliau adalah pendiri Carefour, Kamfood, dan jaringan super market Kamchick.

Bob Sadino juga pernah mengalami keterpurukan dalam hidupnya, pernah menjadi kuli bangunan juga tapi awal mula beliau berwirausaha adalah dari menjual telor ayam dari rumah ke rumah. Kemudian mengembangkan usahanya menjadi usaha daging olahan yang kemudian merintis berdirinya Carefour.Sampai akhirnya beliau menjadi enterpreneur yang sangat menginspirasi bagi kita.

Di Video di bawah ini ada tips berwirausaha ala Bob Sadino :



Tips Wirausaha Bob Sadino di Acara Kick Andy


Dari video di atas Bob Sadino memberikan beberapa tips berwirausaha:

Pra kondisi (sebelum memulai usah)
  1. Hilangkan rasa takut untuk memulai apapun. Takut gak ada duit, takut gak ada modal, takut gagal, dan takut-takut lainnya.
  2. Jangan mengharap karena dibelakang harapan, setiap harapan ada kekecewaan. Jadi kalo anda berharap banyak, anda kecewa besar. Kalau anda berharap setengah-setengah, anda juga tidak terlampau amat kecewa, Tapi kalau anda gak mau kecewa maka jangan berharap.
Sandaran-sandarannya
  1. Harus Punya Kemauan. tapi kemauan ini saja tidak cukup karena semua orang juga punya kemauan.
  2. Tekad. Kemauan itu harus dibarengi dengan tekad yang bulat dan dia harus berani mengambil peluang.
  3. Harus tahan banting dan tidak boleh cengeng. Mau usaha gak ada duit, dikasi duit usaha apa ya??, dikasi usahanya, gmana pemasarannya?? kalo orang kayak gini, mati aja dah (Bob Sadino)
  4. Bersyukurlah kepada Sang Pencipta.
  5.  

2.  Chairil Tanjung

Chairil Tanjung adalah seorang pengusaha pemilik CT Corp : Trans TV, Trans7 , dan juga yang membeli perusahaan Care Four.

Nasehat singkat berbisnis menurut Chairil Tanjung bisa anda dengan menyaksikan video di bawah.


Chairil Tanjung menyatakan bahwa tips kunci kesuksesannya adalah :
  1. Hormati ibumu. Ibu itu seperti zimat karena doa ibu itu paling lempeng di ijabah oleh Allah SWT.
  2. Mulai dari sesuatu yang kecil dulu yang mampu kita lakukan dan mulailah dari sesuatu yang terdekat dengan kita dahulu. Jangan pernah bermimpi tiba-tiba, pokoknya saya harus begini besok tiba-tibaya jadi konglomerat. Harus lewat STAGING, harus melewati anak tangga terlebih dahulu

3. Saptuari Sugiharto

Saptuari Sugiharto adalah seorang pengusaha muda Indonesia. Pernah mengalami jatuh bangun dalam memulai usaha. Pernah menjadi penjual kaos, beternak ayam, dan lain-lain sampai akhirnya mendirikan usaha sablon digital yang dinamakan Jogist. Memiliki beberapa cabang yang tersebar di seluruh indonesia. Bukan karena dia termasuk seorang paling, tetapi karena dia termasuk seseorang yang sangat menginspirasi saya untuk memulai usaha.

Beberapa Tips berwirausaha dari Saptuari Sugiharto yang sangat menginspirasi antara lain:
  1. Putusin Urat Malu
  2. The Power Of Kepepet
  3. Habiskan Jatah Gagalmu
  4. Libatkan Tuhanmu
Penjelasan selengkapnya ada pada video di bawah ini

Baca Selengkapnya → Tips Berwirausaha dari Pakar Wirausaha Indonesia

Penemuan-penemuan dari masa ke masa

 TAHUN TEMUAN PENEMU
2000 SM Batu Bata Mesir & Assiria
3000 SM Roda Asia
3000 SM Pembajak Sawah Mesir & Mesopotamia
500 SM Sempoa Cina
300 SMIlmu Ukur Eudid, Yunani
200 SM Sekrup Archimedes, Yunani
105 Masehi Kertas Pulp Ts'ai Lun, Cina
250 Aljabar Diophantus, Yunanni
1000 Umpan Peluru Cina
1100 Kompas Magnetik Cina
1100 Roket Cina
1440 Mesin Cetak Guntenber, Jerman
1520 Bedil Rifle Josefh Kotter, Jerman
1589 Bedil Rajut William Lee, Inggris
1590 Microscope Zacharies Jansen, Belanda
1593 Thermometer Galileo Galilei, Italia
1608 Teleskop Hans Lippershey, Belanda
1614 Logaritma Jhon Napier, Skotlandia
1623 Kalkulator Blaise Pascal, Prancis
1636 Micrometer William Gescoigne, Inggris
1637 Ilmu Ukur Koordinat Rene Descartes
1640 Teori Jumlah Pierre De Fermat, Prancis
1642 Mesin Hitung Blaise Pascal, Prancis
1643 Barometer Evangelista, Torricelli, Italia
1650 Pompa Air Otto von Guericke, Jerman
1656 Jam Gandul Christian Huygens, Belanda
1665 Kalkulus Sir Issac Newton, Inggris
1675 Panci Masak Cepat Denis Papin, Prancis
1698 Pompa Uap Thomas Savery, Inggris
1712 Mesin Uap Thomas Newcomen, Inggris
1714 Thermometer Mercury Gabriel Fahrenheit, Jerman
1725 Stereo Tape William Ged, Skotlandia
1733 Shuttle Penerbangan Jhon Kay, Inggris
1735 Chronometer John Harrison, Inggris
1752 Anti Petir Benjamin Franklin, Amerika
1764 Alat Pintal James Hargraves, Inggris
1765 Kondensor Mesin Uap James Watt, Skotlandia
1768 Hidrometer Antonio Baume, Prancis
1783 Parasut Loust Lenormand, Prancis
1785 Mesin Tenun Etmund Cartwright, Inggris
1790 Mesin Jahit Thomas Saint, Inggris
1793 Pemisah Kapas Ali Whitney, Amerika
1796 Litiography Aloys Senefelder, Jerman
1800 Battery Count Alessandro, Italia
1800 Mesin Bubut Hendy Maudslay, Inggris
1804 Kereta Uap Richard Trevithcik, Inggris
1815 Lampu Tambang Sir Humprhy Davy, Inggris
1816 Metronom Johan Malzel, Jerman
1816 Sepeda Karl von Sauerbronn, Jerman
1817 Kaleidoskop David Bretstwer, Skotlandia
1822 Camera Joseph Niepce, Prancis
1823 Mesin Hitung Digital Charles Babbage, Inggris
1824 Semen Portland Joseph Aspdin, Inggris
1825 Magnit Listrik William Sturgeon, Inggris
1826 Potret Joseph Niepce, Prancis
1827 Korek Api Jhon Walker, Inggris
1828 Tanur (Tinggi) James Nielson, Skotlandia
1831 Dinamo Michael Faraday, Inggris
1834 Mesin Pemungut Cyrus McCormik, Amerika
1836 Revolver Samuel Colt, Amerika
1837 Telegraph Samuel F.B Morse, Amerika
1839 Karet Vulkanisir Charles Goodyear, Amerika
1844 Korek Api Guestave Pasch, Swedia
1846 Mesin Jahit Elias Howe, Amerika
1849 Peniti Walter Hunt, Amerika
1852 Giroskop Leon Foocault, Prancis
1853 Lift Penumpang Elisha Otis, Amerika
1855 Convertor Bessemer Henry Bessemer, Inggris
1855 Film Seleoid Alexander Parkes, Inggris
1858 Mesin Cuci Hamilton Smith, Amerika
1859 Mesin Pembakaran Dalam Etienne Lenoir, Prancis
1861 Linolium Frederick Walton, Inggris
1862 Senjata Api Cepat Richard Gatling, Amerika
1865 Kunci Silider Linus Yale Jr. , Amerika
1866 Dinamit Alfred Nobel, Swedia
1867 Mesin Ketik Christoper Sholes, Amerika
1870 Mentega Hyppolyte Mege-Mourise, Prancis
1873 Kawar Duri Joseph Glidden, Amerika
1876 Telepon Alexander Graham Bell, Skotlandia
1877 Photograph Thomas Edison, Amerika
1878 Microphone David Edward Hughes, Inggris/Amerika
1879 Lampu Pijar Thomas Edison, Amerika
1884 Pulpen Lewis Waterman, Amerika
1884 Mesin Set Linotip Ottmar Mergenthaler, Amerika
1885 Termos James Dewar, Skotlandia
1885 Sepeda Motor Edward Butler, Inggris
1885 Transormer Listrik William Stanley, Amerika
1886 Kipas Listrik Schuyler Wheeler, Amerika
1886 Pengukir Nada Frederick Ives, Amerika
1887 Granmophone Emile Berliner, Jerman/Amerika
1887 Monotip Tolbert Lanston, Amerika
1887 Mesin Mobil Gotlieb Dalmier & Karl Benz, Jerman
1888 Ban Angin Jhon Boyd Dunlop, Skotlandia
1888 Kamera Kodak George Eastman, Amerika
1890 Cetak Benam Karl Klic, Cekoslowakia
1892 Resleting Whitcomb Judson, Amerika
1895 Markoni Gugliemo Marconi, Italia
1895 Sel Fotoelektrik Julius Elster & Hans Geitel, Jerman
1895 Pisau Silet King C. Gilette, Amerika
1897 Mesin Diesel Rudolf Diesel, Jerman
1898 Kapal Selam John P. Holland, Irlandia/Amerika
1899 Tape Recorder Valdemer Poulsen, Denmark
1901 Penghisap Debu Cecil Booth, Inggris
1902 Radio-Telephone Reginald Fessenden, Amerika
1903 Kapal Terbang Wilbur & Orville Wright, Amerika
1904 Diode Jhon Fleming, Inggris
1906 Triode Lee De Porest, Amerika
1908 Bakelite Leo Baekeland, Belgia
1908 Kertas Kaca Jacques Bran den Berger, Swiss
1911 Mesin Pungut Panen Benyamin Holt, Amerika
1913 Pengukur Radiasi Hans Geiger, Inggris
1914 Tank Ernst Swinton, Inggris
1915 Neon Irving Langmuir, Amerika
1918 Senapan Otomatis Jhon Browing, Amerika
1925 Pembeku Makanan Clerance Birseye, Amerika
1926 Roket (BBM Cair) Robert. H. Goddard, Amerika
1928 Pencukur Listrik Jacob Schiak, Amerika
1929 Televisi Sistem Listrik Vladimir Zworykin, Amerika
1930 Jet, Mesin Frank Whittle, Inggris
1931 Atom, Mesin Pemecah Ernest Lawrence, Amerika
1935 Parkir, Meter Carlton Magee, Amerika
1935 Radar Robert Watson-Watt, Skotlandia
1935 Nilon Wallace Carothers, Amerika
1935 Microscope Listrik Vladimir Sqorykin, dkk, Amerika
1944 Computer Digit Howard Aiken, Amerika
1946 Komputer Elektrik J. Presper Eckert & Jhon W Mauchly, Amerika
1947 Kamera Poloraid Edwind Land, Amerika
1948 Transistor Jhon Bardeen, Walter Brattain dan William Shockley, Amerika
1948 Fotocpoy Chaster Carson, Amerika
1948 Piringan Hitam Peter Goldmark, Amerika
1954 Maset Charles H Townes, Amerika
1954 Batere Matahari D. Pearson C Fuller, G. Pearson, Amerika
1955 Helikopter Christoper Cockerel, Inggris
1955 Kontaseptik, Pil Gregory Pincus & Others, Amerika
1956 Video Tape A. Ponissatoff, Amerika
1959 Sel Bahan Bakar Francis Bacon, Inggris
1960 Laser Theodore Maiman, Amerika
1965 Hologhrapy D. Gabor, Hongaria
1971 Antenna EMI Godfrey Housfild, Inggris

Itulah sekilas postingan kami tentang Penemuan-penemuan dari masa ke masa,
Artikel ini akan kita update atau perbaharui demi kelengkapan informasi bagi pembaca.
Semoga Bermanfaat
Baca Selengkapnya → Penemuan-penemuan dari masa ke masa